Prestasi luar biasa kembali diterima oleh Pimpinan Pondok Pesantren Modern Dzikir Al-Fath Sukabumi, yaitu Prof. Fajar Laksana.
Kali ini penghargaan bukan hanya bersifat pribadi melainkan juga dengan keberadaan 6 lembaga yang ada di ponpes Al Fath. Prof. Fajar Laksana mendapat penghargaan kekerabatan keluarga besar dari kerajaan Prussia di Rusia dan Penghargaan untuk enam lembaga yang ada di Al Fath oleh ECOSOC PBB.
Pemberian Penghargaan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanan stadium general dengan tema “Peran ECOSOC PBB di Dunia Global dalam Pembangunan Berkelanjutan Nusantara Baru untuk Indonesia Maju” yang bertempat di Aula Ponpes Modern Dzikir Al-Fath Sukabumi pada Sabtu (31/8/2024).
Pimpinan Ponpes Modern dzikir Al-Fath, Prof. Fajar Laksana mengatakan pihaknya telah memberikan gambaran dan mempromosikan seni budaya di pondok pesantren, yakni Boles dan Ngagotong Lisung di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Alhamdulillah hasilnya menggembirakan dengan ditetapkannya Boles sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI) oleh Kemendikbudristek,” kata Fajar Laksana kepada sukabumitimes.com setelah kegiatan stadium general selesai pada Sabtu (31/8/2024).
Setelah itu, masih kata Fajar Laksana, pihaknya langsung promosikan ke mancanegara dan disambut baik oleh salah satu kerajaan Prussia di Rusia dan mereka juga memberikan penghargaan sebagai kekerabatan, keluarga dari kerajaan Prussia.
“Ini merupakan salah satu program Al-Fath setelah seni dan budaya yang ada di ponpes ditetapkan menjadi WBTBI, maka kewajiban kita bukan hanya mempromosikan di Indonesia saja melainkan mempromosikan juga di manca negara,” tambahnya.
Langkah selanjutnya yang diambil oleh Fajar Laksana selanjutnya adalah mengangkat diplomat untuk lebih mengenalkan seni Boles dan Lisung ke kancah internasional.
“Pada kesempatan ini juga kami juga telah mengangkat Prof. Muhammad Ridwan sebagai duta budaya Boles dan Lisung dan Alhamdulillah beliau menerimanya. Disini kita langsung memberi gelar Arya Duta Sani Pajajaran,” lanjutnya.
Dan mudah-mudahan kita diundang ke mancanegara untuk mempromosikan kearifan lokal dan seni budaya,” harapnya.
Ia berharap dengan mengangkat Prof. Muhammad Ridwan, Boles dan Lisung bisa diterapkan juga sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia seperti halnya pencak silat.
“Jadi kemampuan dalam negosiasi, kemampuan dalam Lobi, Kemampuan dalam menyampaikan apa yang kita ingin ajukan di dunia internasional itulah tugas diplomat,” ujarnya.
Setelah ditetapkan menjadi WBTBI, maka seni budaya itu sudah menjadi milik bangsa, maka sudah sewajarnya jika di promosikan ke tingkat internasional.
“Nah, negara Indonesia itu sangat banyak, tidak bisa kalau hanya memikirkan satu hal saja. Oleh karena itu, kita dari private sektor ini yang harus proaktif memperjuangkan dan negara yang memfasilitasi. Maka saya secara pribadi setelah di tingkat nasional mau ke tingkat internasional, makanya tentu dibutuhkan diplomat,” bebernya.
Pimpinan Ponpes Modern Dzikir Al-Fath ini mengungkapkan untuk menjangkau ini tidak mudah, maka kehadiran pemerintah di butuhkan.
“Pemerintah itu mempunyai sistem, ada aturannya. Jadi kita yang harus mengambil peluang dari sistem yang ada. Kalau kita dari private sektor diam saja, negara juga tidak bisa apa-apa. Artinya negara mempunyai sistem, negara memberi peluang seluas-luasnya, makanya kita yang harus aktif memajukan kebudayaan, karena fungsi negara itu sebagai fasilitator, dinamisator, dan regulator,” tutupnya.
Sementara itu, President Of UIPM Indonesia United Nations ECOSOC, Prof. Muhamamd Ridwan menuturkan langkah yang diambil dalam mengemban tugas untuk membawa seni budaya ke internasional tentu langkah pertama adalah dengan MoU.
“Setelah ditetapkan sebagai WBTBI ini akan memperkuat sebagai Localais dan nasional. Nah, di internasional ini maka biasanya kita melakukan hubungan diplomatik itu nantinya dari negara luar akan membuat surat undangan secara resmi kepada pemangku adat, misalnya seperti dalam budaya Boles dan Lisung, dengan tembusan kepada kementerian terkait,” ulas Prof. Ridwan yang juga menjadi Perwakilan dari Kerajaan Prussia di Rusia.
Maka setelah ditetapkan sebagai WBTBI, maka akan ada kolaborasi antara pemerintah dengan private sektor yang ada di dalam dan luar negeri.
“Terlebih di dalam program Sustainable
Development Golds salah satu yang no. 17 itu adalah adanya berkaitan dengan kolaborasi internasional. Disini nanti akan terjadi kolaborasi di bidang seni dan budaya, yang akan menampilkan ciri khas suatu bangsa,” ujarnya.
Prof. Ridwan mengemukakan alasan yang membuat ponpes Modern Dzikir Al-Fath sebagai piket project adalah prestasi. Dirinya mengaku mengunjungi beberapa tempat, baik pada pendidikan formal dan informal, tidak semua apa yang dilakukan sesuai dengan harapan.
“Apa yang di lakukan oleh pak kyai ini hanya sebagai motivator, tetapi sebagai inovator. Banyak orang melihat dan kiprah sebagai intelektual sudah dibuktikan dan sudah menciptakan karya yang bisa dipertanggungjawabkan ilmu pengetahuan, ada arti sejarahnya seperti Boles dan Lisung. Dan Al-Fath sudah menunjukkan ke dunia internasional, yaitu di jurnal internasional,” pungkasnya. (sya).
Sumber Artikel : Boles Jadi WBTBI, Lembaga di Ponpes Modern Dzikir Al-Fath Sukabumi dapat Penghargaan dari ECOSOC PBB – Sukabumi Times